Dalam upaya memperkuat ketahanan pangan nasional dan mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon, Bank Indonesia bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) beserta Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan kunjungan lapangan sebagai salah satu rangkaian kegiatan Kerjasama Penelitian bertajuk “Penggunaan Teknologi Climate Smart Agriculture (CSA) – Biochar Untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian Padi”. Kegiatan ini berlangsung pada 16–17 Juli 2025 di Semarang dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari kalangan akademisi, pemerintah pusat dan daerah, penyuluh pertanian, kelompok tani, serta pelaku usaha teknologi pertanian.

Kabupaten Grobogan, sebagai salah satu sentra produksi padi terbesar di Jawa Tengah, menghadapi tantangan serius akibat perubahan iklim, degradasi tanah, dan keterbatasan akses air. Teknologi CSA – Biochar hadir sebagai solusi inovatif yang mampu meningkatkan kualitas tanah, efisiensi penggunaan air, dan produktivitas tanaman. Biochar, yang dihasilkan dari pirolisis biomassa seperti sekam padi, terbukti secara ilmiah mampu menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 91% untuk metana dan 54% untuk dinitrogen oksida.

FGD yang digelar di Hotel Aruss Semarang dibuka oleh Ketua LPPM Undip, Prof. Dr. Ing. Ir. Suherman, S.T., M.T. dan Ketua Pelaksana Kajian CSA, Prof. Dr. Ir. Florentina Kusmiyati, M.Sc. Dalam sambutannya, Prof. Kusmiyati menyampaikan, “Biochar bukan hanya solusi teknis, tetapi juga strategi adaptif dalam menghadapi perubahan iklim. Kami berharap kajian ini menjadi fondasi bagi model bisnis pertanian hijau yang dapat direplikasi secara nasional.” Pemaparan teknis disampaikan oleh Muhammad Iqbal Fauzan, S.P., M.Si. dan Fatikhah Nurul Fajri, S.P., M.P. dari Tim Agroekoteknologi FPP Undip, yang menjelaskan mekanisme produksi biochar, dampaknya terhadap tanah dan tanaman, model bisnis dari integrasi biochar dalam usaha tani, serta potensi integrasi dalam skema perdagangan karbon.

Kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanggapan dari enam Gapoktan dan enam Koordinator Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dari Kecamatan Klambu, Godong, Gubug, Karang Rayung, Grobogan, dan Penawangan. Para petani menyampaikan antusiasme dan harapan besar terhadap teknologi ini. “Kami sangat senang dilibatkan dalam kajian ini. Biochar memberi harapan baru bagi petani, terutama di lahan yang kekurangan bahan organik,” ujar Aris Yuliyanto, Ketua Gapoktan Klambu. Sementara itu, Koordinator PPL Klambu, Laili Zumrotul Hasanah, menambahkan, “Kami ingin tahu lebih lanjut tentang cara membuat biochar secara sederhana agar bisa diterapkan langsung oleh petani di lapangan.”

Dari sisi kebijakan, Herlina Rizka Wijayanti dari Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau Bank Indonesia menyatakan, “Bank Indonesia mendukung penuh inovasi pertanian berkelanjutan. Kajian ini adalah langkah awal menuju replikasi teknologi CSA-Biochar ke UMKM binaan BI di seluruh Indonesia.” Dukungan juga datang dari Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Kus Prisetiahadi, Asisten Deputi Kemenko Pangan, menegaskan, “Biochar mampu mereduksi emisi karbon hingga 1,5 ton CO₂. Ini sangat relevan dengan komitmen nasional terhadap perubahan iklim. Namun, perlu kajian ekonomi agar petani yakin bahwa investasi ini menguntungkan.” Sri Mulyani dari Kementerian Pertanian menambahkan bahwa biochar sudah seharusnya masuk dalam program nasional dan direplikasi secara luas.

Site visit pada hari kedua dilakukan ke lahan uji coba biochar di Kecamatan Klambu, fasilitas produksi biochar PT WasteX di Kecamatan Wirosari, dan lahan petani pengguna biochar di Kecamatan Penawangan. Nabila dari WasteX menyampaikan bahwa teknologi carbonizer yang mereka kembangkan telah berhasil meningkatkan hasil panen padi hingga 34% di lokasi lain, dan siap mendukung replikasi di Grobogan. Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan melalui Angga Prasetya menyampaikan bahwa mayoritas lahan di Grobogan adalah tadah hujan, sehingga teknologi biochar sangat relevan. “Teknologi ini sangat menjanjikan. Namun tantangannya adalah bagaimana membuatnya mudah dan ekonomis bagi petani. Jika itu tercapai, petani akan menerapkan dengan sendirinya,” ujarnya.

Kegiatan ini menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis, antara lain perluasan demplot dan pilot project, pelatihan produksi biochar skala rumah tangga, integrasi biochar dalam kebijakan pertanian berkelanjutan, serta replikasi ke UMKM binaan Bank Indonesia dan skema perdagangan karbon. Dengan kolaborasi lintas sektor dan pendekatan berbasis bukti, teknologi CSA-Biochar diharapkan menjadi tonggak penting dalam transformasi sistem pertanian Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau, tangguh, dan berkelanjutan.

Share to :